Monday, 30 August 2010

Pertambangan di Kabupaten Tabalong

Pertambangan merupakan salah satu sektor pembangunan penting bagi Kabupaten Tabalong. Pertambangan memberikan kontribusi 65 % terhadap PDRB Kabupaten Tabalong. Hingga saat ini di Kabupaten Tabalong terdapat 24 Kuasa Pertambangan (KP) dan 4 PKP2B yang lebih banyak bergerak di pertambangan batu bara dan bijih besi.
Sumber daya batubara dan biji besi di Kabupaten Tabalong dimanfaatkan melalui kegiatan pertambangan yang sebagian besar dengan dilakukan pola pertambangan terbuka (open pit mining).

Sesuai dengan UUD 1945 Pasal- 33 ayat (3) yang berbunyi: “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sumber daya mineral (bahan galian) sebagai kekayaan negara harus dimanfaatkan melalui kegiatan pertambangan yang dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Karena sifat sumber daya mineral yang tidak dapat diperbaharui (non renewable), maka harus dikelola dengan baik agar memberikan manfaat yang besar bagi negara.

Namun dari sisi lingkungan hidup, pertambangan dianggap paling merusak dibanding kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam lainnya. Pertambangan dapat mengubah bentuk bentang alam, merusak dan atau menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah, serta menguras air tanah dan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan membentuk kubangan raksasa dan hamparan tanah gersang yang bersifat asam.

Untuk itu kebijakan Pengelolaan sumber daya mineral yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang terbit sejak 42 tahun yang lalu menjadi acuan pelaksanaan pertambangan di indonesia.

Namun sejalan dengan globalisasi, perkembangan teknologi dan ekonomi serta reformasi sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi otonomi dan dengan terbitnya Undang-Undang, Nomor 34 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah (otonom), sehingga sangat dirasakan perlunya pengganti UUPP No 11/1967 tersebut. Pada tahun 2009 telah terbit Undang-Undang yang baru yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU-PMB), yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009.

UU Minerba tersebut memberikan tantangan baru pada industri pertambangan. Keberpihakan UU itu terutama pada kepentingan nasional artinya juga pada kepentingan rakyat banyak, sehingga konsekuensinya akan menuntut pengusaha dalam negeri lebih profesional. Disamping itu dengan dengan diterapkannya mekanisme sanksi, maka sejak sekarang aparat penegak hukum harus bergerak menyiapkan diri, sedangkan para aparat daerah dan pusat yang berwenang tidak lagi secara sembrono mengeluarkan perizinan baru.

Namun di balik kewenangan itu, terdapat kewajiban kepada publik dalam penguasaan sumber daya alam nasional yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk seluruh rakyat. Ini berarti, negara memiliki kewenangan sebagai pengatur, perencana, pelaksana, pengawas, pengelola, dan pengguna sumber daya alam.

Disamping itu, untuk menjamin pemanfaatan lahan di wilayah bekas kegiatan pertambangan agar berfungsi sesuai peruntukkannya di atur oleh Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Dimana pelaku usaha bidang pertambangan daiam melaksanakan Reklamasi dan Penutupan Tambang wajib memenuhi prinsip-prinsip Iingkungan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja, serta konservasi bahan galian.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas., berdasarkan Surat Edaran Dirjen Nomor 03.E/31/DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009 Huruf A Angka 1 dinyatakan sebagai berikut : Kuasa Pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara diyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu berakhirnya KP dan wajib disesuaikan dengan menjadi IUP berdasarkan UU No 4 Tahun 2009. Untuk itu sampai dengan akhir bulan oktober 2009 proses tahapan sebagaimana dimaksud di atas telah dilaksanakan oleh Kabupaten Tabalong sebesar 75 %, dan di harapkan di akhir tahun telah selesai semuanya hingga menjadi 100 %.

Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 18 Tahun 2008 tentang Rencana Reklamasi dan Penutupan Tambang. Maka Dinas Pertambangan telah menyampaikan surat kepada 7 perusahaan untuk membuat dokumen rencana reklamasi dan dokumen penutupan tambang serta menempatkan sejulah dana jaminan reklamasi dan dana jaminan penutupan tambang yang besarnnya menyesuaikan dengan dokumen reklamasi dan dokumen rencana penutupan tambang.

Namun demikian, kepada pelaku usaha dan aparata agar benar-benar mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Thursday, 5 August 2010

Kondisi Geologi Kabupaten Tabalong

Berdasarkan Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan, secara fisiografi Daerah Penelitian terletak pada bagian tepi Utara sub Cekungan Barito yang berbatasan dengan Cekungan Kutai dan dibatasi oleh pegunungan Meratus
Sedangkan berdasarkan Peta Geologi bersistem sekala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, (Soetrisno dkk, 1994, Daerah Konsesi termasuk di dalam Lembar Buntok. Batuan penyusun disebutkan terdiri dari batuan sedimen Pra Tersier dan batuan sedimen yang berumur Eosen – Plistosen. Sedangkan endapan yang termuda (Holosen – sekarang) berupa endapan aluvial.
Urutan stratigrafi dari tua ke muda adalah Batuan Pra Tersier , secara selaras di atasnya adalah formasi Tanjung yang berumur Eosen dan merupakan pembawa endapan Batubara tertua di Daerah Konsesi. Selaras di atas formasi Tanjung adalah formasi Berai dan formasi Montalat yang berumur Oligosen. Kedua formasi ini hubungannya saling menjemari. Di atas ke tiga formasi tersebut secara selaras diendapkan formasi Warukin yang berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir, dan merupakan formasi pembawa batubara. Batuan sedimen termuda adalah formasi Dahor yang berumur Plistosen dan diendapkan secara tidak selaras di atas formasi Warukin.
Batuan terobosan dan gunung api pada lembar Buntok adalah berupa Batuan Diorit dan Batuan gunung api Kasale. Keduanya berumur Kapur Akhir. Sedangkan menurut Supriatna, 1981, batuan terobosan terbentuk pada akhir Eosen (Gambar 3.2. dan 3.3).
Secara lengkap Perlapisan batuan Sedimen yang terdapat pada cekungan sub barito utara dari Tua ke Muda berdasarkan kandungan fosil dan estimasi umur batuannya adalah sebagai berikut :

ENDAPAN PERMUKAAN (SURFICIAL DEPOSIT)
Qa ALUVIUM : Lumpur kelabu-hitam, lempung bersisipan Limonit dan Gambut, pasir, kerikil, kerakal dan bongkahan batuan yang lebih tua. Merupakan hasil endapan sungai atau dataran banjir. Tebalnya mencapai 10m.
Batuan Sedimen (Sedimentary Rocks): Batuan Sediment volkanik tak terpisahkan, yang tersusun berlapisan. Batuan Sedime : batulanau kelabu tua, batugamping kristalin kelabu tua, batupasir – halus kelabu, serpih merah dan serpih napalan; tebal lapisan antara 20cm – 300cm, sebagian terlipat. Batuan Volkanik : andesit, basal dan ampibolit. Andesit dan basal berupa leleran berwarna kelabu hijau, terubah menjadi mineral lempung, kalsit ataupun klorit, berpiroksen & porfiritik. Basal bertekstur pilotaksit dan Amigdaloida. Ampibolit pecah-pecah berupa lensa di dalam basal, tebal mencapai 40cm. Unit ini menempati daerah morfologi perbukitan tinggi dan kasar. Ketebalan bisa mencapai 100m. Untuk keperluan praktis serta kesinambungannya dengan lembar disekitarnya, unit ini disebandingkan dengan Formasi Pitap yang berumur Kapur Akhir (Ksp).
FORMASI TANJUNG : Bagian bawah perselingan antara batupasir, serpih, batulanau dan Konglomerat aneka bahan, sebagian bersifat gampingan. Komponen konglomerat antara lain : Kuarsa, Feldsfar, granit, Sekis, gabro dan basal. Di dalam batupasir kuarsa dijumpai komponen Glaukonit. Bagian Atas, perselingan antara batupasir kuarsa bermika, batulanau, batugamping dan batubara. Batulanau berfosil foram Plangton, antara lain : Globiferina tripartite KOCH, Globigerina ochitaensis HOWE & WALLACE, Globigerina spp. Dan Globorotalia spp, yang menunjukkan umur Eosen – Oligosen (P16 – N3); sedang batugamping nya berforam besar, antara lain : Operculina sp, Discocyclina sp dan Biplanispira, yang berumur Eosen Akhir (Tb). Formasi ini tidak selaras diatas batuan Mesozoikum, terlipat hamper utara selatan dengan kemiringan lapisan umumnya 20°, serta mempunyai tebal sekitar 1300m, serta tersebar diatas perbukitan.
FORMASI BERAI : Batugamping berlapis dengan batulempung, napal dan batubara, sebagian tersilikakan dan mengandung limolit. Batugamping berfosil foram besar antara lain Spiroclypeous sp, Lepidocyclina (Eulepidina) ephipiodes JONES & CHAPMAN, Operculina sp, spiroclypeous tidoengenesis VAN DER VLERK, Heterostegina sp dan Amphisiegina sp, yang menunjukan umur Oligosen tengah – Oligosen Akhir (Td – e). Disamping itu juga berfosil foram bentos. Formasi ini diendapkan dilaut dangkal dengan tebal mencapai 1250m, serta menempati morfologi perbukitan kars yang terjal.
FORMASI MONTALAT : Batupasir kuarsa putih, berstruktur silang siur, sebagian gampingan, bersisipan batulanau/serpih dan batubara. Berfosil foram kecil, antara lain : Globigerina venezuelana HEDBERG, Globigerina tripartite KOCH, Globigerina selli (BOR SETTI), Globigerina praebulloides BLOW, Globigerina angustiumbilicata BOLLI, Globigerina officinalis suboptima, Globigerina sp., Globigerina spp. Globorotalia optima BOLLI, Globorotaliana BOLLI dan Cassigerinella chipolensis (CUSHMAN & POTTON), yang berumur Oligosen (P19 – N3). Diendapkan dilaut dangkal terbuka, dengan tebal mencapai 1400m. Formasi ini menjemari dengan Formasi Berai dan selaras diatas Formasi Tanjung. Jenis perlipatan mirip dengan Formasi Tanjung tetapi lebih sedikit terbuka. Sebenarnya menempati morfologi perbukitan.
FORMASI WARUKIN : Batupasir kasar – sedang, sebagian konglomeratan, bersisipan batulanau dan serpih, setengah padat berlapis dan berstruktur perairan silang-siur dan lapisan bersusun. Struktur lipatan terbuka dengan kemiringan lapisan batuan sekitar 10°.Formasi ini berumur Miosen Tengah – Miosen Atas, dengan tebal bisa mencapai 500m, dan diendapkan di daerah transisi. Formasi Warukin berada selaras diatas Formasi Berai dan Montalat. Sesuai dengan sifat fisiknya formasi ini menempati daerah morfologi dataran menggelombang landai.
FORMASI DAHOR : Batupasir kurang padat sampai lepas, bersisipan batulanau, serpih, lignit dan limonit. Terendapkan dalam lingkungan peralihan dengan tebal mencapai 300m. Umurnya diduga Plio – Plistosen, formasi ini tidak selaras diatas formasi-formasi dibawahnya, dan umumnya berada pada morfologi dataran rendah yang kadang-kadan sulit dipisahkan dengan endapan permukaan.