Reklamasi adalah kegiatan
yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu
sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan
berdaya guna sesuai peruntukannya. Pembangunan berwawasan
lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara
yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam. Oleh sebab itu, sumberdaya
alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk kelangsungan hidup manusia
kini, maupun untuk generasi yang akan datang (Arif, 2007).
Manusia merupakan penyebab
utama terjadinya kerusakan lingkungan (ekosistem). Dengan semakin bertambahnya
jumlah populasi manusia, kebutuhan hidupnya pun meningkat, akibatnya
terjadi peningkatan permintaan akan lahan seperti di sektor pertanian
dan pertambangan. Sejalan dengan hal tersebut dan dengan semakin hebatnya
kemampuan teknologi untuk memodifikasi alam, maka manusialah yang merupakan
faktor yang paling penting dan dominan dalam merestorasi ekosistem rusak.
Kegiatan pembangunan
seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga menyebabkan penurunan
mutu lingkungan, berupa kerusakan ekosistem yang selanjutnya mengancam
dan membahayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Kegiatan seperti
pembukaan hutan, penambangan, pembukaan lahan pertanian dan pemukiman,
bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi. Akibat
yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia dan biologis tanah
menjadi buruk, seperti contohnya lapisan tanah tidak berprofil, terjadi
bulk density (pemadatan), kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah,
pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan
populasi mikroba tanah. Untuk itu diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai
upaya pelestarian lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut.
Upaya tersebut dapat ditempuh dengan cara merehabilitasi ekosistem yang
rusak. Dengan rehabilitasi tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki
ekosistem yang rusak sehingga dapat pulih, mendekati atau bahkan lebih
baik dibandingkan kondisi semula (Rahmawaty, 2002).
Kegiatan
pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung
sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif
tidak berubah, yang berubah adalah sekala kegiatannya. Mekanisasi peralatan
pertambangan telah menyebabkan sekala pertambangan semakin membesar.
Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar
rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam
mencapai lapisan bumi jauh di bawah permukaan. Hal ini menyebabkan kegiatan
tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat
penting. Pengaruh kegiatan pertambangan mempunyai dampak yang sangat
signifikan terutama berupa pencemaran air permukaan dan air tanah. Sumberdaya
alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak dan bahan tambang
lainnya apabila diekstraksi harus dalam perencanaan yang matang untuk
mewujudkan proses pembangunan nasional berkelanjutan (Arif, 2007). Di
antara keberlanjutan pembangunan tersebut yaitu dapat terwujudnya masyarakat
mandiri pasca penutupan/pengakhiran tambang (Pribadi, 2007). Aktifitas
ekonomi tetap berjalan setelah pengakhiran tambang, dan tidak
terjadi “Ghost Town” (Kota Hantu).
Daerah yang telah dilakukan
pangakhiran tambang tidak selalu berdampak potensi bahan galiannya habis
sama sekali. Komoditas bahan galian tertentu dapat masih tertinggal
sebagai akibat tidak mempunyai nilai ekonomi bagi pelaku usaha yang
bersangkutan. Akan tetapi sumber daya bahan galian tersebut dalam jangka
panjang dapat berpeluang untuk diusahakan apabila antara lain terjadi
perubahan harga atau kebutuhan yang meningkat signifikan.
Reklamasi lahan bekas
tambang selain merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan
pasca tambang, agar menghasilkan lingkungan ekosistem yang baik dan
diupayakan menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan
mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih tertinggal...(sumber : upiet upik...Thx)
No comments:
Post a Comment