Wednesday, 18 June 2014

Penyesalan...

Baru ku sadari bahwa membalas sakit hati akan berdampak pada diri sendiri. Nikmatnya hanya sesaat tapi malah menimbulkan penyesalan yang berkepanjangan. Sungguh, jika kita mau bersabar... Allah tidak diam.

Ku menyesal
Tak ada guna membalas air tuba dengan racun berbisa. Jika masih bisa hari kemarin diulang. Ku ingin dilimpahkan dengan rasa sabar tak terhingga. Namun apalah artinya. Walau tak bisa kembali seperti dulu.. semoga hari-hari ke depan menjadi lebih baik.

Maafku pada setiap orang yang menderita karena ulahku...

Saturday, 14 June 2014

Faktor yang mempengaruhi permintaan perumahan di Kabupaten Tabalong



Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Tabalong dalam periode 2008-2009 Kabupaten Tabalong mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 6,81 persen. Pertumbuhan penduduk sebesar ini, disebabkan Kabupaten Tabalong menjadi tujuan para pencari kerja. Berdasarkan data kependudukan Tahun 2009,  hampir 33 % penduduk Kabupaten Tabalong bekerja di sektor pertambangan dan perkebunan.  

Sebagai wilayah yang menjadi tujuan pekerja ditambah dengan letak Kabupaten Tabalong sangat strategis, berada pada jalur ‘segitiga emas’, atau segitiga pertumbuhan di antara lintas Kalimantan Tengah, Kalimantan timur dan Kalimantan Selatan. Posisinya memberikan letak yang menjanjikan sebagai muara mengalirnya pengembangan aspek ekonomi dan sosial budaya ketiga propinsi tersebut. Kondisi ini memerlukan berbagai macam penyediaan infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, sarana pendidikan dan kesehatan, serta perumahan dan pemukiman. Dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya tentu menuntut penyediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai sesuai dengan dinamika pertumbuhan Kabupaten.  

Kondisi permukiman masyakat di Kabupaten Tabalong belum terbangun secara optimal, sehingga bila dihubungkan dengan tantangan pertumbuhan penduduk di masa datang dimana permasalahan kebutuhan perumahan akan semakin berat. Permintaan dan penawaran terhadap kebutuhan perumahan di Kabupaten Tabalong di pengaruhi oleh faktor : 

  1. Adanya wilayah terlarang untuk pembangunan perumahan di Kabupaten tabalong terdiri dari kawasan lindung, kawasan rawan bencana, serta kawasan yang ditetapkan memiliki fungsi khusus seperti kawasan keselamatan operasi penerbangan. Adapun pada  kawasan bandara, kompleks militer, atau kawasan industri dapat dialokasikan perumahan yang menunjang fungsi kawasan dimaksud. 
  2. Kesesuaian lahan untuk pembangunan perumahan. 
  3. Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis.  
  4. Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktor ketinggian  kahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa/ penyelesaian teknis dan kemiringan lahan tidak melebihi 15% tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar landai dengan kemiringan 0-8% dan diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15 %.  
  5. Banyaknya permintaan terhadap perumahan yang didukung oleh tingkat pendapatan masyarakatnya. Saat ini, jumlah sarana hunian/rumah di wilayah Kabupaten Tabalong sebanyak 30.174 unit. Jika diasumsikan 1 rumah terdiri atas 5 anggota keluarga, maka jumlah penduduk yang mempunyai rumah sebanyak 150.870 jiwa, sementara jumlah penduduk tahun 2009 adalah sebanyak 206.830 jiwa. Artinya sebanyak 11.191 jiwa belum mempunyai tempat tinggal. 

Friday, 13 June 2014

Permintaan dan Harga Permukiman


Permintaan terhadap permukiman tergantung pada tingkat penghasilan. Semakin tinggi penghasilan, maka elastisitas permintaan perumahan relative rendah. Dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan permukiman, orang akan selalu melakukan perbandingan biaya permukiman tersebut. Keinginan untuk memiliki rumah dibatasi oleh tingkat penghasilan serta biaya pembangunan perumahan. Tingkat penghasilan yang rendah serta biaya pembangunan yang relative tinggi mengakibatkan orang tidak dapat membangun rumah yang memenuhi syarat, padahal kebutuhan permukiman merupakan kebutuhan primer, sehingga dapat menimbulkan permukiman liar dimana-mana yang tidak memenuhi persyaratan sama sekali, terutama dalam hal air minum, kamar mandi, kesehatan, keamanan. Rumah sub standar merupakan ciri kemiskinan.

Pada hakikatnya, pengeluaran untuk rumah adalah harga dikalikan dengan banyaknya rumah yang dibeli masyarakat. Indikator dalam mengukur pengeluaran adalah factor kuantitas dan harga, seperti kualitas, ukuran, letak ruangan, kondisi bahan, model dan dekorasi. Dalam hal permukiman ini, penawaran rumah yang sifatnya heterogen yang diperoleh dari rumah lama, tetapi dengan konstruksi rumah baru yang keawetannya sampai 20 tahun, biasanya 2% bahannya akan diganti tiap tahunnya. Dalam kenyataannya banyak permukiman di perkotaan bersifat bangunan sementara, yang umumnya terbuat dari bambo, kayu dan bata dengan atap genting yang biasanya akan rusak sesudah jangka waktu 5 sampai 10 tahun.

Rata-rata tempat tinggal setiap keluarga yang terdiri atas 2 – 4 jiwa adalah 2 sampai 3 kamar. Luas sebuah rumah diperkotaan antara 40 – 45 m2 (terkecil) dan 500 m2 (terbesar), sedangkan luas tanah rata-rata untuk sebuah rumah diperkirakan 300 m2, tetapi kebanyakan rumah dibangun di atas tanah yang sempit. Tingkat pertambahan penduduk secara alami yang tinggi ditambah dengan adanya urbanisasi mengakibatkan tambahnya masalah sehubungan dengan permukiman ini. Kebutuhan akan bangunan fisik jelas akan bertambah. Bangunan fisik yang sifatnya tidak bergerak adalah tempat perlindungan yang mempunyai dinding dan atap, baik tetap maupun sementara digunakan sebagai tempat tinggal, luas lantainya paling sedikit 10 m2. Di kota, jumlah bangunan fisik atau tempat tinggal yang banyak didirikan di atas tanah yang relative sempit, sehingga untuk setiap km2 luas tanah, jumlah bangunan yang banyak dan berdekatan dapat menimbulkan persoalan lain, seperti lingkungan yang tidak sehat, ketegangan social, kejahatan dan sebagainya. Letak bangunan fisik ini dipilih karena dekat dengan tempat kerja, tempat belanja dan hiburan serta dekat dengan pelayanan public, seperti pendidikan, kesehatan maupun karena kualitas lingkungan yang bersih, bebas banjir dan kebisingan rendah.

Menurut Hedonis, yang menentukan harga permukiman adalah harga masing-masing komponen perumahan. Harga berbeda tergantung pada perbedaan lokasi (jarak ke tempat pekerjaan), banyaknya kamar tidur dan umur atap. Harga permukiman ditentukan oleh :
  1. Harga dasar rumah
  2. Harga rumah berkurang tiap 2 Km jauhnya dari pusat kota
  3. Harga rumah naik dengan makin banyaknya kamar tidur
  4. Harga rumah berkurang dengan makin tuanya (tahun) atap

Bila sebuah rumah tangga membeli rumah sama saja mengadakan investasi dan karena harga  investasi itu 2-4 kali lipat penghasilan tahunannya, maka biasanya dilakukan pencicilan pembayaran. Oleh karena itu banyak rumah tangga yang harus menyewa rumah. Biaya sewa ini tidak termasuk pajak yang terdiri atas biaya modal, penyusutan dan pemeliharaan.

Perkembangan Permukiman di Kabupaten Tabalong


Factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman diwilayah perkotaan Kabupaten Tabalong adalah :
  1. Keadaan geografis Kabupaten Tabalong yang relative datar memungkinkan tumbuhnya kelompok-kelompok permukiman dan tumbuhnya pusat-pusat kegiatan baru yang menjadi daya tariknya. Disamping itu, dengan luas areal yang cukup memungkinkan untuk perkembangan fisik secara horizontal.
  2. Sebaran lokasi perumahan di Kabupaten Tabalong menyebabkan terjadinya sprawl yang memperlihatkan perkembangan luas wilayah terbangun kota.
  3. Kawasan perkotaan Kabupaten Tabalong di lintasi oleh jalan trans Kalimantan yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Selatan dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Povinsi Kalimantan Tengah. Keberadaan jalan ini merangsang pertumbuhan permukiman disepanjang jalur tersebut.
  4. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi pada permukiman-permukiman yang dilalui jalur transportasi cukup besar. Hal ini disebabkan banyak pekerja di industry pertambangan dan perkebunan memilih bermukim dekat dengan jalur bus yang mengangkut mereka ke tempat kerja.
  5. Pertumbuhan penduduk yang tinggi terjadi pada permukiman-permukiman yang dekat dengan lokasi industry pertambangan dan perkebunan. Semakin dekat lokasi industry, permukiman semakin banyak. Disamping sebagai tempat tinggal, juga diharapkan lahan permukiman mereka menjadi investasi apabila terjadi perluasan industry pertambangan dan perkebunan.
  6. Pertumbuhan penduduk juga terjadi pada permukiman-permukiman dengan kelengkapan sarana dan prasarana perkotaan, seperti perdagangan dan jasa, fasilitas kesehatan, pendidikan, perkantoran yang dilengkapi dengan jalur utilitas, seperti air bersih, listrik, telekomunikasi dan persampahan
  7. Letak pusat perkotaan Kabupaten Tabalong yang mempunyai limitasi pengembangan karena adanya sungai Tabalong berpengaruh terhadap sebaran fungsi-fungsi yang ada untuk berkembang ke segala arah
  8. Harga tanah di sekitar pusat Perkotaan Kabupaten Tabalong yang relative tinggi menyebabkan penduduk memilih loksi permukiman diluar pusat perkotaan
  9. Kemampuan masyarakat/pekerja untuk membayar sewa rumah menyebabkan terjadinya segregasi dan diferensiasi sebaran fungsi-fungsi. Pada fungsi-fungsi yang mempunyai kemampuan ekonomi kuat akan menempati lokasi yang baik dan strategis. Sebaliknya pada fungsi-fungsi yang kemampuan ekonominya lemah akan kalah bersaing dalam memilih suatu lokasi yang strategis
  10. Persepsi masyarakat terhadap lokasi tempat tinggal, dimana seseorang kan memilih lokasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya, seperti bebas banjir, polusi dan dekat dengan pusat kegiatan kota.


Tuesday, 10 June 2014

Nafsu besar, tenaga kurang...

Hmm... apa maksudnya neh...
sebenarnya pemerintah Indonesia terkenal bagus dalam membuat perencanaan, namun lemah dalam pelaksanaan. Hal ini banyak disebabkan oleh : 
  1. Penerapan capacity building tidak tepat sasaran dan tidak mempengaruhi mental pelaksana pembangunan dilapangan 
  2. Kurang tersosialisasinya rencana pembangunan di masyarakat, sehingga dalam implementasinya kurang mendapat sambutan maupun dukungan dari masyarakat 
  3. Adanya kepentingan-kepentingan politik yang mendompleng pada substansi perencanaan pembangunan. Hal ini tentu saja merupakan kendala yang sulit untuk dihindari, karena biasanya datang dari adanya tarik-menarik kepentingan di antara elite politik dan elite penguasa (birokrasi) yang memiliki kekuatan (power) dalam mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah. Hal inilah yang biasanya sangat dominan di negara kita, sehingga cara mengatasinyapun sangat sulit. 
  4. Kondisi sosio-ekonomi masyarakat juga menjadi kendala yang dapat mempengaruhi perencanaan pembangunan, karena kondisi sosio-ekonomi biasanya mencerminkan kemampuan finansial suatu negara. Padahal kemampuan finansial memiliki peran penting untuk dapat merumuskan perencanaan yang baik. Hasil perencanaan harus dilaksanakan/diimplementasikan dan pada tahap pelaksanaan inilah dukungan dana yang memadai sangat dibutuhkan. Sehingga mutlak kalau faktor ini merupakan faktor penting bagi terlaksananya pembangunan. 
  5. Kultur atau budaya yang di anut oleh masyarakat juga bisa menjadi faktor penghambat bagi proses perencanaan pembangunan, apabilla kultur ini tidak diberdayakan dan diarahkan ke arah yang positif secara optimal akan sangat mempengaruhi hasil-hasil perencanaan. Nilai-nilai budaya primordialisme, parokhialisme, etnosentrisme, patron-client yang cenderung masih melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia, harus dikendalikan dengan baik dan diarahkan menjadi faktor pendukung pembangunan, sehingga pembangunan dilaksanakan dengan nilai-nilai positif yang religius, tenggang rasa, gotong royong, dan sebagainya


nah.... so what klo gitu? 

Monday, 9 June 2014

Jenis Perencanaan dalam konteks SPPN


Bila dilihat dari UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), maka jenis perencanaan untuk : 
  1. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) sesuai dengan pola perencanaan komprehensif karena didalamnya berisikan visi, misi dan arah pembangunan daerah dalam jangka waktu panjang yang mengacu pada PJP nasional dan mencerminkan cita-cita kolektif yang akan dicapai oleh masyarakat beserta strategi untuk mencapainya. Oleh karenanya, rencana pembangunan jangka panjang adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembaga-lembaga tinggi negara, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik. 
  2. Pembangunan Jangka Menengah (PJM) sesuai dengan pola perencanaan strategik karena merupakan rencana lima tahunan dan merupakan agenda pembangunan karena menyatu dengan agenda Pemerintah yang berkuasa. Agenda pembangunan lima tahunan memuat program-program, kebijakan, dan pengaturan yang diperlukan yang masing-masing dilengkapi dengan ukuran outcome atau hasil yang akan dicapai. PJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada PJP Daerah dan memperhatikan PJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi  pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. 
  3. RKPD pada dasarnya merupakan suatu proses pemikiran strategis. Kualitas dokumen RKPD sangat ditentukan oleh kualitas program dan kegiatan yang diusulkan RKPD dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah yang disepakati dalam Musrenbang RKPD. Penyusunan RKPD sangat erat kaitannya dengan kompetensi dalam menyusun, mengorganisasikan, mengimplementasikan, mengendalikan, dan mengevaluasi capaian program dan kegiatan. RKPD penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP yang merupakan rencana tahunan yang memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Kebijakan dalam sistem pembangunan saat ini sudah tidak lagi berupa daftar usulan tapi sudah berupa rencana kerja yang memperhatikan berbagai tahapan proses mulai dari input seperti modal, tenaga kerja, fasilitas dan lain-lain. Kemudian juga harus memperhatikan proses dan hasil nyata yang akan diperoleh seperti keluaran, hasil dan dampak. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus dimulai dengan data dan informasi tentang realitas sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi di masyarakat, ketersediaan sumber daya dan visi/arah pembangunan. Jadi perencanaan lebih kepada bagaimana menyusun hubungan yang optimal antara input, proses, output, outcomes dan dampak.