Wednesday, 21 January 2015

Wilayah Berbasis Ekonomi Pertanian dan Pertambangan


Secara spasial wilayah berbasis ekonomi sumberdaya pertanian memiliki kesesuaian dan kemampuan ruang  sebagai manfaat budidaya lahan, disamping  tidak merubah bentang alam/ ruang, dimana penggunaan ruang untuk kegiatan pertanian tergantung pada kelas kemampuan tanah  yang dicirikan oleh adanya  perbedaan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat/pembatas bagi penggunaanya seperti  tekstur tanah, lereng, permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi.

Prospek perkembangan wilayah berbasis ekonomi sumber daya pertanian :  dapat dikembangkan oleh manusia/diperbaharui (renewable) untuk meghasilkan energi yang dibutuhkannya secara langsung dengan memanipulasi faktor-faktor penghambat seperti tekstur, jenis tanah dan lain-lain sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan secara terus menerus (budidaya) dengan melakukan/memasukkan input-input seperti pupuk, teknologi, irigasi dan lain-lain.

Sedangkan secara spasial wilayah berbasis ekonomi sumberdaya pertambangan memiliki  kemampuan ruang sebagai materi komersil dan merupakan aktivitas yang  merubah bentang alam/ ruang, dimana penggunaan ruang untuk kegiatan pertambangan akan mengurangi dimensi (misal panjang, lebar, tinggi dan segenap variasinya) ruang dan bentuk/wujud dari ruang tersebut seperti dari batuan menjadi pasiran.

Prospek perkembangan wilayah berbasis ekonomi sumber daya pertambangan : tidak dapat diperbaharui, memiliki jangka waktu pemanfaatan tertentu tergantung potensi pertambangan yang ada pada satuan luas ruang tertentu, disamping pertambangan energinya tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh manusia sifatnya hanya meningkatkan nilai dan memerlukan  teknologi tertentu untuk menghasilkannya seperti minyak bumi.



Tuesday, 20 January 2015

Analisis Standar Belanja

Analisis Standar Belanja (ASB) merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan APBD dengan pendekatan kinerja. ASB adalah instrumen untuk mengukur kewajaran antara beban kerja dan belanja dan sebuah aktifitas atau kegiatan. ASB memberikan kepastian terjaganya hubungan antara input (dana) dan output (target kinerja).

ASB diperlukan karena adanya masalah klasik dalam penyusunan anggaran. Coba bayangkan, apa yang terjadi jika ASB tidak ada? tentu saja plafon anggaran kegiatan pada PPAS ditetapkan menggunakan "intuisi", sehingga sulit menilai kewajaran beban kerja dan biaya suatu kegiatan. Disamping itu, penyusunan dan penentuan anggaran menjadi subyektif, karena dua atau lebih kegiatan yang sama mendapat alokasi anggaran yang berbeda. hmm... kebayang ga ribetnya, karena kegiatan yang sama dengan anggaran yang berbeda tidak memiliki argumen yang kuat jika dituduh melakukan pemborosan dan pada akhirnya penyusunan anggaran menjadi molor.

Penyusunan ASB didasarkan pada PP 58 Tahun 2005 Pasal 38 ayat 2 yang berbunyi : Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga dan standar pelayanan minimal.  Manfaat yang diperoleh dari penyusunan standar belanja adalah :
  1. Dapat menentukan kewajaran biaya untuk melaksanakan suatu kegiatan
  2. Meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang menyebabkan inefisiensi anggaran
  3. Penentuan anggaran berdasarkan pada tolok ukur kinerja yang jelas
  4. Penentuan besaran alokasi setian kegiatan menjadi obyektif
  5. Penyusunan anggaran menjadi relatif tepat waktu
Jadi, tujuan disusunnya analisis standar belanja adalah untuk menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Disamping itu, ASB juga digunakan sebagai alat ukur belanja kegiatan dan penyetaraan nama kegiatan yang berlaku sama di seluruh SKPD. Untuk itu diharapkan penerapan Standar Belanja dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengendalian anggaran.



Sumber : Diklat ASB, Yogjakarta


Monday, 19 January 2015

Tujuan dalam Perencanaan Komprehensif


Tujuan merupakan keinginan  (intentions or desires), yang bersifat umum dan mengandung pengharapan, dan pencapaiannya jauh dan tak terbatas. Dalam perencanaan komprehensif untuk perkotaan, tujuan berasosiasi dengan keinginan atau harapan jangka panjang. Contoh tujuan perencanaan, antara lain: menyediakan lapangan kerja bagi semua warga kota; menciptakan dan memelihara lingkungan yang sehat secara fisik maupun sosial; pemerataan partisipasi masyarakat dalam pengatasan persoalan perkotaan; penyediaan sistem transportasi umum yang menjangkau semua sudut kota secara murah dan memadai; penghapusan daerah kumuh; penyediaan perumahan murah dan terancang baik; dan penciptaan dan pemeliharaan keindahan lingkungan. Melibatkan masyarakat luas dalam perumusan tujuan perencanaan merupakan hal yang ideal. Namun, seringkali masyarakat luas belum siap untuk ikut meng-identifikasi tujuan tersebut, antara lain karena situasi berikut ini:

  1. Bila ada yang sangat aktif menyuarakan tujuan perencanaan, sering karena kepentingan pribadi atau keinginan yang terlibat secara pribadi.
  2. Sebagian besar masyarakat hanya mempunyai infomasi terbatas tentang kondisi sebetulnya dari kotanya.
  3. Masyarakat awam tidak memahami sifat pertumbuhan kota dan kompleksitas permasalahan perkotaan.
  4. Masyarakat percaya bahwa Bappeda dan dinas- dinas kota akan dapat mengatasi permasalahan kota.
  5. Ketidakmampuan atau ketidak- inginan untuk menerima keterbatasan, persyaratan menerus, kemungkinan, dan jangka waktu dari perubahan yang terbimbing sebagai hasil analisis kenyataan yang ada.
  6. Keterbatasan kesadaran terhadap kesaling-tergantungan banyak unsur yang berbeda beda yang membentuk kota.
  7. Ketidakkenalan dengan sifat dan karakter operasional proses perencanaan.
  8. Sedikit perhatian terhadap "kepentingan umum" saat ini yang berkaitan dengan perencanaan kota.
Dalam perencanaan komprehensif, tujuan dari unsur atau kepentingan tertentu hanya menjadi suatu pertimbangan dalam analisis perumusan sasaran. Proses demokrasi politis merupakan sarana mentransformasikan tujuan- tujuan yang berbeda dan (seringkali juga) bertentangan menjadi sasaran yang disepakati bersama.



Sumber : Branch, M.C. dan Robinson, I.M. 1968. "Goals and Objectives in Civil Comprehensive Planning",  Town Planning Review . Vol. 38, No. 4, Jan. 1968, pp. 161 - 274. Diterjemahkan, disingkat, dan dimodifikasi untuk bahan kuliah MPKD UGM, oleh: Achmad Djunaedi.

Sunday, 18 January 2015

Model perencanaan Rational Comprehensive



Model perencanaan  Rational Comprehensive dianggap oleh para pakar sebagi ”akar” dari berbagai model perencanaan publik yang berkembang. Rasionalitas atau kondisi yang bersifat rasional dalam lingkup perencanaan adalah yaitu menggunakan pendekatan secara keilmuan (scientific approach) di dalam proses penganalisaan dan cara pemecahan masalah (problem). Dengan kata lain rasionalitas menuntut dasar pertimbangan yang sistematik dan evaluasi yang tepat terhadap berbagai alternatif cara (means)  untuk mencapi tujuan (ends/goals). Oleh karena itu rasionalitas menuntut penerapan kaidah/norma yang harus dilandasi dengan ketidakberpihakan (values free) dan emosi yang netral dari seorang perencana dalam memaksimakmalkan atau mengoptimasikan manfaat sebagi konsekuesi dari pembuatan keputusan.

Anggapan ini dapat berimplikasi bila rasionalitas diaplikasikan untuk pemecahan masalah dan pembutan keputusan maka tingkat rasionalitas akan tergantung dari ketepatan/kecermatan teknik – metoda analisi yang digunakan dan asumsi-asumsi yang mendasari alternatif-alternatif usulan pemecahan. Bila dikaitkan dengan isu-isu organisasi dan pengelolaan, maka rasionalitas cenderung memeperkokoh sistem sentralisasi di dalam birokrasi, prosedural dan depersonafikasi. Serta bila dikaitkan dengan individu atau unit organisasi  atau komunitas maka rasionlitas cenderng mendorong ”self interets”

Pengertian Komprehensif dalam term perencanaan yaitu merupakan perencanaan yang bersifat menyeluruh (holistik) bukan sebagian atau beberapa bagian yang terpisah (parsial) dari suatu sistem perencanaa,  .namun bukan berarti memasukkan seluruh elemen dan aspek yang dapat didentifikasi dari suatu entitas/komunitas tetapi harus mempertimbangkan cakupan yang lengkap dari elemen-elemen pokok yang dapat ditangani di dalam proses analisis. Oleh karena itu komprehensifitas harus mencakup sebanyak mungkin  faktor internal yang dapat dikontrol dan faktor eksternal pokok yang terkait.

Berbagai pakar mengatakan, meski tidak terlepas dari kelemahan yanga ada, model perencanaan ini mempunyai keunggulan yang signifikan, yaitu :

  1. Keunggulan utama perencanaan rasional komprehensif yaitu mencakup liputan yang luas tentang berbagai elemen dan aspek perencanaan serta menampilkan berbaagi alternatif rencana yang mungkin dilaksankan untuk mencapai tujuan (goals) dan sasaran (objectives) perencanaan dengan melihat pada potensi dan kendala yang ada.
  2. Memiliki citra holistik atau menyeluruh atas kemungkinan-kemungkinan yang paling optimal
  3. Meski mencakup liputan yang luas, terkandung unsur penyederhaanaa (simplicty - reductionis) dari sistem entitas/komunitas/kesatuan yang bersifat kompleks dan menyeluruh.
  4. Program-program yang disusun untuk dievaluasi  dengan pendekatan ”scientific methods”  dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak terlibat di dalam proses perencanaan.
  5. Proses perencanaan tidak berjalan linier tetapi  bersifat pengulangan (multiple iteratif) dan siklikal yaitu adanya umpan balik an elaborasi lebih jauh untuk tiap sub proses, sehingga perencanaan rasional komprehensif bersifat fleksibel/luwes terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi di lingkungan perencanaan.
  6. Dalam perencanaan rasional komprehensif ada keterlibatan publik (public participation) sehingga dapat mengurangi kekurangan-kekurangan dari model perencanaan ini.



Baiquni, M. 2005, Sesat Pikir Perencanaan Pembangunan Regional : Refleksi Kritis di Era Otonomi, Forum Perencanaan Pembangunan, Edisi Khusus Januari: 1 – 23, MPKD Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta;