Thursday, 17 March 2011

Penyusunan GIS



Seperti banyak kota – kota besar lainnya di Indonesia, Kabupaten Tabalong telah memiliki Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah ang merupakan pedoman arahan perencanaan kota dalam kurun jangka waktu 10 tahun ke depan. Produk penataan ruang ini adalah hasil dari proses revisi dari dokumen RTRWK sebelumnya, yang sudah melalui penyesuaian–penyesuaian dengan masalah–masalah aktual dan faktual yang dihadapi oleh Kabupaten ini, yang diproyeksikan ke dalam perwujudan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang.

Dengan fungsinya sebagai dokumen induk atau payung perencanaan untuk skala kabupaten, maka secara hirarkis perlu dilanjutkan ke dalam perencanaan ruang yang lebih detail, seperti: penyusunan rencana detail tata ruang kawasan, rencana tata bangunan dan lingkungan, atau master plan kawasan yang lain. Sehingga akan dapat terwujudkan apa yang menjadi arahan dan program pembangunan ruang seperti yang termuat dalam RTRWK.

Persoalan yang ada dan berkembang adalah pada produk penataan ruang seperti RTRWK masih belum memiliki fleksibilitas dan updating program pada level implementasi di lapangan, yang kebanyakan disebabkan produknya masih menggunakan pendekatan top down planning dan bersifat government driven. Inilah yang kelak akan menimbulkan friksi dan konflik pada tahap pemanfaatan ruang dan seluruh stakeholders kota. 

Dengan penyusunan rencana tata ruang pada skala kawasan / area dan lingkungan/neighbourhood yang menggunakan pendekatan bottom up planning akan dapat memberikan inputting database dan program yang obyektif berdasar temuan kondisi faktual dan harapan – harapan yang diinginkan oleh sektor swasta dan masyarakat. Hal ini ditunjang oleh berbagai issue – issue pokok dan bentuk – bentuk gangguan yang menyebabkan kurang operable-nya RTRWK yaitu bencana alam / nature dissaster baik yang bersifat periodik dan terprediksi maupun yang bersifat unpredictable, serta masalah – masalah dalam intensitas pembangunan fisik kota. Persoalan inilah yang sering menyebabkan produk penataan ruang perlu direvitalisasi akibat ketidakberdayaannya.

Berdasarkan pemikiran seperti itulah perlu dilakukannya kembali penyusunan skenario yang bersifat strategic planning pada tataran / level strategi kebijaksanaan dan program pengembangan tata ruang dengan tetap mengindahkan muatan subtsansial dari produk penataan ruang yang sudah ada dan dengan memberi penajaman–penajaman pada development scenario dengan prinsip integrated dan optimasi. Dengan demikian produk RTRWK dapat lebih fungsional – implementatif, operable, dan memiliki vitalitas dalam pemanfaatannya

Peta dasar merupakan kelengkapan utama yang digunakan dalam setiap perencanaan ruang wilayah atau kawasan, pada saat ini belum selesai dan belum utuh menjadi satu kesatuan dalam skalatisnya. Ini menyebabkan belum dapat disusunnya sistem informasi geografis / GIS yang dapat mempermudah penyampaian informasi keruangan kepada pihak-pihak yang membutuhkan / Stakeholders, dan mudah pula di-updating dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada di lapangan. Sehingga hal ini mempengaruhi arahan kebijaksanaan dan skenario pembangunan serta program – program yang obyektif dan tepat sasaran. Begitu pula halnya dengan rencana – rencana sektoral yang masih juga mengalami kesulitan dalam koordinasi dan positioning-nya sehingga mengurangi fungsionalisasi dan benefisitas / pemanfaatan dokumen RTRWK.

Untuk itulah diperlukan penyusunan peta dasar  yang dilanjutkan dengan penyusunan GIS. Dengan model penyusunan yang seperti demikian akan diperoleh output perencanaan ruang yang komprehensif sekaligus integrated (terpadu - satu kesatuan) dan terarah, jelas di dalam pentahapan pembangunan dan implementasinya. Diharapkan dokumen tata ruang tersebut dapat menjadi arahan bagi investasi yang lengkap untuk masa yang akan datang.

No comments:

Post a Comment