Wednesday, 21 December 2011

Ekonomi Pedesaan Berlandaskan Agribisnis


Pembangunan ekonomi pedesaaan yang berlandaskan agribisnis merupakan usaha untuk mewujudkan pedesaan yang mandiri . Agrbisnis itu sendiri merupakan bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Kegiatan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri kegiatan ini. Pembangunan ekonomi ini tidak lepas dari peran pemerintah, dimana terdapat 7 kebijakan komprehensif untuk mewujudkan pedesaan mandiri, yaitu :
  1. pembangunan kelembagaan petani
  2. pengembangan sistem inovasi pertanian
  3. pengembangan kelembagaan petani
  4. ptimasi sumber daya berkelanjutan
  5. konsolidasi vertikal agribisnis
  6. pemacuan investasi
  7. kebijakan insentif
Pembangunan ekonomi pedesaan yang berlandaskan agribisnis pada dasarnya menerapkan teori pusat pertumbuhan (Growth poles theory) yang dipopulerkan oleh Francois Perroux, 1995. Berdasarkan teori ini, pusat pertumbuhan dapat dilihat dari 4 karakteristik, yaitu :
  1. adanya sekelompok kegiatan ekonomi terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu
  2. konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis
  3. terdapat keterkaitan input dan output yang kuat antara sesame kegiatan ekonomi pada pusat tersebut
  4. kelompok kegiatan tersebut terdapat sebuah industry induk yang mendorong pengembangan ekonomi pada pusat tersebut.
Teori ini merupakan salah satu alat utama yang dapat melakukan penggabungan antara prinsip-prinsip “Konsentrasi “ dengan “Desentralisasi” dan menjadi dasar strategi kebijakasanaan pembangunan wilayah melalui industri daerah. Hal ini disebabkan pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi disegala tata-ruang, tetapi terjadi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variabel-variabel yang berbeda intensintasnya. Salah satu cara untuk menggalakkan kegiatan pembangunan suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration economies” sebagai faktor pendorong utama.
Keuntungan aglomerasi akan diperoleh bilamana terdapat keterkaitan antara kegiatan input ekonomi (backward linkages) dan keterkaitan output (forward lingkages). Dengan keterkaitan ini akan menimbulkan keuntungan ektsternal dalam bentuk penghematan biaya produksi, ongkos angkut bahan baku dan hasil produksi serta penghematan biaya penggunaan fasilitas karena beban dapat ditanggung bersama. Penghematan tersebut selanjutnya akan dapat menurunkan biaya yang harus dikeluarkan, sehingga daya saingnya semakin meningkata yang dapat mendorong terjadinya efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang berada dalam kawasan pusat pertumbuhan tersebut.
Penerapan konsep ini dapat dilihat pada pengembangan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), dimana desa yang menjadi simpul jasa dan simpul distribusi dari desa-desa di sekitarnya. Intervensi pembangunan yang dilakukan di Desa Pusat Pertumbuhan diharapkan dapat menjadi pemicu dan pemacu pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Intervensi pembangunan yang dilakukan di Desa Pusat Pertumbuhan harus merupakan kegiatan pengembangan ekonomi daerah yang berbasis pada potensi lokal serta mempertimbangkan keterkaitan dengan perkembangan wilayah sekitarnya. 
Namun pada dasarnya, pembangunan ekonomi pedesaan yang berlandaskan agribisnis harus dibarengi dengan peningkatan infrastruktur, berupa perbaikan sistem pengairan, pembangunan pasar komoditas pertanian, peningkatan jalan raya sebagai aksesibilitas kegiatan, kelistrikan, dan jaringan telekomunikasi agar pedesaan sebagai pusat pertumbuhan dapat berkembang menjadi lebih mandiri

1 comment: