Friday, 27 February 2015

e-Planning



Permasalahan utama dalam perencanaan dan pengendalian pembangunan adalah inkonsistensi, yaitu tidak adanya konsistensi antara perencanaan pada level kabupaten dan kecamatan, tidak adanya konsistensi antara RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD, tidak adanya konsistensi antara visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan serta pagu indikatif dan sulitnya melakukan katagorisasi program dan kegiatan yang menyebabkan tidak efektifnya program dan kegiatan dalam mencapai sasaran dan prioritas pembangunan tahun berkenaan.

Permasalahan tersebut akan terus kita hadapi apabila kita tidak melakukan terobosan dan inovasi.  Untuk itu, pengembangan aplikasi untuk membantu proses pendataan pada setiap tahapan perencanaan perlu dilakukan dengan membuat manajemen pembangunan secara modern menggunakan sistem teknologi informatika sebagai sarana mempermudah operasi sistem pembangunan.   

e-Planning merupakan sistem yang dikembangkan menggunakan teknologi informasi agar dapat di akses dimanapun berada dan bersifat interaktif. Sehingga kendala waktu dan kendala koordinasi perencanaan secara internal maupun eksternal dapat diminimalisasi. Disamping itu, system ini bukan hanya sebagai alat untuk mengentry kegiatan dan anggaran tetapi menuntun SKPD untuk melakukan proses perencanaan secara baik dan benar. e-Planning diciptakan lebih dari sekedar mempermudah dalam proses perencanaan yang sebelumnya dalam input data secara manual memakan waktu lama, juga mengurangi konsumsi kertas dunia. it's so simple...

Menu Utama e-Planning
Rancangan Awal Renja SKPD
Rancangan Akhir SKPD



Thursday, 26 February 2015

RPJMD

Perencanaan strategis merupakan dasar dari penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD merupakan dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun sebagai penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah. Penyusunan RPJMD berpedoman pada Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

RPJMD memuat :
  1. Visi, misi dan program KDH
  2. Arah kebijakan keuangan daerah
  3. Strategi pembangunan daerah
  4. Kebijakan umum
  5. Program SKPD
  6. Program lintas SKPD
  7. Program kewilayahan
  8. Rencana kerja dalam kerangka regulasi yang bersifat indikatif
  9. Rencana kerja dalam kerangka pendanaan yang bersifat indikatif
Sinkronisasi dan konsistensi antar dokumen perencanaan pembangunan seperti pada bagan berikut
outline dokumen perencanaan saling berhubungan satu sama lain, seperti terlihat pada tabel berikut :

RPJMD ditetapkan dengan Perda dan mengikat semua pemangku kepentingan. Perda RPJMD ditetapkan paling lama 6 bulan setelah KDH terpilih dilantik.




Sumber : materi diklat RPJMD, Yogjakarta




Wednesday, 25 February 2015

Pendekatan Perencanaan

Beberapa pendekatan Perencanaan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah :
  1. Pendekatan politis. contoh pendekatan ini adalah program pembangunan yang ditawarkan oleh calon Kepala Daerah pada waktu kampanye yang setelah terpilih program tersebut di adopsi dan dikemas dalam RPJMD
  2. Pendekatan teknoratis merupakan rumusan rencana yang dibuat berdasarkan konsep - teori - akademis sebagai masukan proses partsipatoris
  3. Pendekatan partisipatif merupakan rumusan rencana yang dibuat menggunakan proses partisipatif, melibatkan stakeholder setempat
  4. Pendekatan atas - bawah (top down) merupakan rumusan rencana yang dibuat dalam konteks birokrasi pemerintahan yang bersifat hierarkis
  5. Pendekatan bawah - atas (bottom up) merupakan rumusan rencana yang dibuat dan ditawarkan oleh lapisan masyarakat atau komunitas bawah kepada lapisan/tingkat "governance" atas.
Pada kenyataannya dalam prakteknya tidaklah mudah untuk memegang teguh aliran-aliran/pendekatan perencanaan tertentu sepanjang proses penyusunan rencana. Gabungan beberapa pendekatan harus dapat dimanfaatkan untuk mendapat hasil yang paling optimal, akseptabel atau kompromistis. Namun, tidaklah terlalu tepat untuk menamakan hasil proses perencanaan yang demikian sebagai hasil kerja "campuran".

Monday, 23 February 2015

Pembangunan berorientasi kerakyatan


Pembangunan yang berorientasi kerakyatan ini meletakkan inisiatif local dan keanekaragaman sebagai suatu nilai yang penting. Pembangunan seperti ini menuntut adanya system yang mandiri dalam kelembagaan dan komunitas. Produksi yang dihasilkan dalam proses pembangunan seperti ini merupakan langkah yang ditempuh untuk membentuk manusia seutuhnya. Partisipasi manusia dalam kegiatan produksi adalah merupakan langkah yang ditempuh guna mencapai kualitas hidup manusia yang tinggi.

Sistem produksi yang baik berdasarkan konsep pembangunan yang berorientasi kerakyatan tersebut ditentukan oleh banyaknya masyarakat yang ikut terlibat dan memperoleh manfaat dari hasil produksi dan ketenagakerjaan. Perbedaan antara pembangunan yang berorientasi produksi dengan yang berorientasi kerakyatan adalah bahwa pembangunan yang berorientasi produk cenderung meletakkan manusia sebagai objek. Sedangkan pembangunan yang berorientasi kerakyatan meletakkan manusia sebagai subjek. 

Dalam pembangunan yang berorientasi produksi, kelembagaan atau organisasi dikendalikan secara penuh dan mempunyai struktur yang rapi dan jelas sehingga pengambilan keputusan dilakukan secara berjenjang. Sistem ini cenderung mengabaikan keberadaan manusia dan lingkungannya dalam prose produksi. Sedangkan dalam pembangunan berorientasi kerakyatan, keputusan berada pada masing-masing individu, sehingga memberikan implikasi bahwa tata nilai setiap manusia adalah mandiri. Oleh karena itu maka lingkungan manusia memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan.

Sistem pembangunan yang berorientasi kerakyatan menjamin adanya desentralisasi dalam pengambilan keputusan dengan cara:
  1. Otoritas formal didelegasikan kepada masyarakat dengan cara-cara tertentu.
  2. Keputusan yang diambil harus melibatkan dan menjunjung tinggi harkat manusia, sehingga keputusan local pada tingkat bawah akan mencerminkan keberadaan dan tata nilai masing-masing strata sosial.
  3. Pemimpin local memberikan kesempatan kepada masyarakat local untuk dapat mengelola sumber alam yang ada dan memperoleh manfaatnya serta mendapatkan pelayanan yang memadai.

Dalam system pembangunan yang berorientasi kerakyatan ini, mengutamakan adanya jaringan informal melalui berbagai kelompok sosial seperti keluarga, lembaga swadaya dan berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya. Sehingga pembangunan perlu beradaptasi dengan kenyataan sosial, lingkungan dan politik yang mapan untuk ditransformasikan ke dalam suatu tatanan normative dan structural yang baru.


Beberapa hal yang perlu dilakukan agar pembangunan yang berorientasi kerakyatan ini mempunyai manfaat yang maksimal adalah : (1) Memusatkan kebijakan publik pada penciptaan kerangka kemandirian yang mendorong dan mendukung manusia untuk mampu memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahannya sendiri, pada tingkat individu, keluarga dan komunitas. (2) Mengembangkan struktur organisasi yang bekerja sesuai dengan prinsip self organizing. (3) Mengembangkan system produksi dan konsumsi yang diorganisir dengan rapi secara kewilayahan dan dilandasi pada kepemilikan dan kontrol local.

Permasalahan yang dihadapi dalam system pembangunan seperti ini adalah belum siapnya masyarakat untuk menjadi masyarakat sosial yang mapan terhadap laju modernisasi. Untuk mengatasinya, perlu diadakan jaringan yang menghubungkan individu atau kelompok sebagai penemuan teknologi organisasi manusia yang baru. Jaringan-jaringan ini akan menumbuhkan tindakan local berdasarkan realitas local sekaligus dapat mempengaruhi komitmen politik nasional dan global. Selain itu, struktur formal yang berjenjang dan proses jaringan informal harus saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya



Sumber : Terjemahan PEOPLE-CENTERED DEVELOPMENT: Contributions Toward Theory & Planning Frame Work” Korten, D.C., 1984