Monday 14 December 2009

Perencanaan Tata Ruang berbasis GIS

Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan yang besar di berbagai bidang termasuk bidang survei dan pemetaan. Disadari atau tidak, teknologi informasi tentunya akan berpengaruh terhadap pola pikir dan pendekatan yang dilakukan.
Perkembangan teknologi informasi bidang survei dan pemetaan dewasa ini secara signifikan telah mencapai tahapan yang memungkinkan untuk pengelolaan data keruangan secara integral. Pengelolaan data ini dimaksudkan agar tercipta pola tata ruang yang dapat memberikan keseimbangan lingkungan serta dukungan ruang yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihaa kelangsungan hidupnya secara optimal. Berkaitan dengan ini dan dalam rangka lebih megoptimalkan pemanfaatan ruang di Kabupaten Tabalong perlu dilakukan pembaharuan updating) data dan konversi data/peta dari sistem manual ke sistem digital yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG), GPS (Global Positioning System), dan RS Remote Sensing).
GIS adalah sistem berbasis komputer yang mampu mengolah data spasial bereferensi geografis sehingga mudah dilakukan pengolahan dan analisis data. GPS adalah teknik penentuan posisi obyek di muka bumi dengan menggunakan bantuan sinyal satelit navigasi. Sementara Remote Sensing adalah teknologi sekaligus teknik pengambilan data keruangan dengan memanfaatkan foto udara atau foto satelit. Salah satu hasil dari teknologi remote sensing adalah Citra satelit resolusi tinggi seperti IKONOS atau QUICK BIRD dapat memberikan gambaran detail tentang infrastruktur dan penggunaan lahan perkotaan, sedangkan citra satelit Landsat / Spot dengan skala lebih kecil digunakan untuk wilayah diluar perkotaan.
Tidak bisa disangkal lagi bahwa implementasi ketiga teknologi tersebut dalam bidang ini mampu meningkatkan efisiensi kerja dan pada akhirnya mengurangi biaya investasi sistem secara keseluruhan. Meskipun investasi pada tahap awal relatif besar (tergantung cakupan sistemnya), namun manfaat yang dirasakan setelah implementasi berjalan jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya investasinya. Integrasi GIS - GPS - RS dalam penyusunan tata ruang, diharapkan tercapai efektifitas dan efisiensi hasil kerja dalam aspek waktu, biaya dan tenaga.
Disamping itu, Teknologi GIS – GPS – RS selain dimanfaatkan untuk perencanaan tata ruang juga dimanfaatkan untuk menyusun peta penggunaan lahan yang paling up to date, identifikasi kawasan kumuh, pembuatan site plan, identifikasi wajib pajak, inventarisasi pelanggan (telepon, air bersih, listrik), monitoring perubahan penggunaan lahan, identifikasi kawasan banjir, dll.
Secara time series, Teknologi GIS – GPS - RS dapat digunakan untuk memantau dan menertibkan ruang serta menyediakan informasi terkini untuk kepentingan penentuan lokasi investasi swasta. Data hasil teknologi tersebut mudah diolah menjadi peta karena relatif tidak lagi memerlukan koreksi geometrik maupun radiometrik. Keistimewaan ini memungkinkan para aparat pengelola tata ruang daerah mampu melakukan sendiri kajian dan analisis. Dengan mampu menangani data secara mandiri, pada akhirnya akan memperkuat kemampuan daerah dalam peningkatan kualitas perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang daerah.

Kota di Indonesia tidak sehat

Kota-kota besar di Indonesia “tidak sehat”. Struktur pertumbuhannya cenderung meniadakan ruang terbuka, sedangkan pemukiman terus terdesentralisasi, bergerak menjauh dari pusat kota, menyebar dan menggeser wilayah pertanian di wilayah pinggiran. Proses ini tidak saja kian membebani pengelolaan kota namun juga mengorbankan fungsi ekologis lingkungan dan tanah pertanian di wilayah pinggiran dengan segala dampaknya, seperti :
  • Permukimam kumuh
  • Kemacetan
  • Degradasi lingkungan
  • Polarisasi kemampuan masyarakat, serta 
  • Social unrest 
adalah sejumlah indikator permasalahan yang secara kumulatif tidak efektif bagi pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat kota dan wilayah pingirannya serta membebani roda pertumbuhan nasional. Transformasi struktur perkonomian Indonesia yang prematur menjadi akar seluruh permasalahan ini sehingga laju urbanisasi menjadi terlampau tinggi di atas kemampuan kota untuk berbenah. Dengan demikian, pengelolaan kota, termasuk penataan ruangnya, tidak dapat lagi dipandang sebagai beban internal kota.