by : Indra Gunawan
Tulisan ini terispirasi dari kejadian paman saya yang saat ini terdzolimi dalam urusan bisnis. Kok tiba-tiba teringat masa SD dulu. Kok Bisa? silahkan disimak.
Siapa pun yang pernah melalui masa-masa SD, terlebih SMP dan seterusnya pastilah pernah mendengar atau diajarkan mengenai sejarah penyebaran Islam di Nusantara dan juga di dunia. Sehingga jika ada pertanyaan, "siapakah penyebar Islam di Nusantara?" maka serentak anak-anak menjawab: "para pedagang" atau lebih lengkapnya "para pedagang dari Gujarat, India". Walaupun masih banyak fakta dan perincian yang perlu digali, tetap saja banyak hal yang bisa kita ungkapkan dari keadaan ini.
Pertama, Para pedagang/pebisnis muslim merupakan pebisnis kelas dunia, dengan kemampuan dan keberanian luar biasa menjelajah antar negara dan benua (yang tentunya dengan dukungan teknologi dan informasi tidak seperti saat ini) mengarungi samudra maupun benua. Berbulan bahkan bertahun lamanya. Intinya mereka bertebaran di Bumi Allah dalam mencari rezeki dar-iNya. Bukankah bumi Allah itu luas? Dan bisa dibayangkan bagaimana peta perpolitikan dan keamanan di dunia waktu itu.
Selanjutnya, para pebisnis tersebut juga menjadi jalan tersebarnya Islam di dunia. Tentunya hal ini terjadi karena adanya dakwah dan/atau cerminan akhlak yang baik yang dilandasi ilmu yang kuat. Tidaklah mungkin Islam tersebar melalui paksaan/kekerasan/kecurangan oleh para pedagang tersebut, karena bisa dibayangkan jika para pedagang yang notabene orang asing di negeri orang akan berbuat kekerasan atau akhlak yang buruk, tentunya Islam tidak akan diterima, dagangan tidak laku dan ini sangat buruk dari sisi bisnis yang beresiko, bahkan mereka bisa terusir, penjara atau dibunuh. Juga tentunya tidak mudah bagi orang setempat dengan kemapanan budaya yang sudah eksis dan mendarah daging untuk pindah agama begitu saja tanpa adanya penyampaian yang baik dan tentunya hidayah Allah.
Tapi intinya adalah bahwa para pedagang atau siapa pun itu, selama ia Muslim maka ia harus memposisikan dirinya di atas kebaikan yang diajarkan dalam agama ini, sehingga secara universal pun ia mudah diterima. Ini lah satu kunci sukses. Jika demikian maka kita bicara tentang akhlaq. Dan tanyakanlah kepada diri kita sendiri, apakah kita sudah berakhlak yang tepat sehingga pantas disebut akhlak Muslim? Bagaimana dengan kondisi sekarang dan cermin diri kita?
Jujur saja, sering kita jumpai keadaan bahwa ketika sudah bicara tentang pekerjaan, atau lebih tepatnya uang, maka seolah-olah agama kita tanggalkan di rumah atau bahkan kita titipkan di loker mesjid saja. Tidak ada bedanya akhlak bisnis dan profesi kita antara yang Muslim dan NonMusim. Dimana ciri ke-Islaman kita? Berapa kali ingkar janji, berdusta, manipulasi demi uang? Riba dan suap-menyuap sudah biasa?
Kemudian inti kedua adalah setiap Muslim memiliki misi dakwah. Janganlah lupa, bahwa apapun profesi kita, baik itu pedagang, profesional atau apa saja tidaklah menjadikan tugas dakwah menjadi gugur. Bahkan profesi seharusnya menjadi bagian dari upaya menyebarkan kebaikan dan keselamatan (Islam). Tidak kah kita ingin agar kita semua bersama-sama dalam kebaikan? Untuk ini, maka kita bicara tentang ilmu dien dan peningkatan kepahaman kita terhadap pedoman kita sendiri. Kemudian mempraktekannya, dan menginformasikan (dakwah) kepada siapa saja yang mungkin untuk kita sampaikan ilmu agama tersebut. Dan orang yang berilmu adalah orang yang takut kepada Tuhannya. Takut akan siksanya, takut untuk berbuat ingkar janji, manipulasi apalagi untuk demi uang saja, takut suap menyuap, riba dan sejenisnya.
Jujur saja, bukankah kita tahu segala larangan dalam agama ini, dan kita pernah mendengar segala konsekuensi dan pertanggungjawaban yang hendak kita sampaikan kelak? Lantas kenapa masih main-main dengan zat yang Maha Benar?
Selanjutnya, bagaimana dengan inti pertama dan kedua di atas digabungkan? Maka yang terjadi adalah, sangat lucu jika ada seorang penculas dan berakhlaq buruk dalam berbisnis/berprofesi tapi kemudian berbicara tentang kebenaran seolah-olah pendakwah. Dan lucu juga jika seorang yang sudah memiliki ilmu/pengetahuan tentang muamalah kemudian ikut-ikutan gila di jaman edan ini, seolah-olah ilmu hanya sebatas di ruang pengajian dan di buku..Sadarlah...