Sunday 12 May 2013

Penataan Ruang dan public domain

Substansi pengaturan ruang dalam UU 26/2007 tentang Penataan Ruang masih jauh jangkauannya dalam kaitan wacana penataan lahan/tanah yang bertumpu pada public domain. Hal ini disebabkan oleh :
  1. Penataan ruang masih di dominasi oleh sektor tertentu dan bersifat egois (top-down yang dipaksakan), seperti kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan harus masuk dalam rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota. Pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang kawasan hutan mendapatkan sanksi berat, sementara penetapan kawasan hutan oleh departemen Kehutanan terkadang tidak melihat kondisi sebenarnya di lapangan, dimana terdapat desa-desa yang definitive yang sudah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri masuk dalam kawasan hutan. Desa-desa ini harus di-enclave melalui proses yang cukup lama, mulai dari pengusulan, survey, delineasi, hingga penetapan enclave-nya. Dalam hal ini terdapat dualisme kekuasaan dalam penataan guna lahan/tanah
  2. Penataan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum maupun pada ruang yang berfungsi lindung memberikan hak prioritas pertama bagi pemerintah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah, sehingga pemilik tanah terkadang merasa dirugikan karena biaya ganti rugi tidak sesuai dengan yang diharapkan
  3. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tidak ada hak bagi pemilik lahan untuk memanfaatkan lahan untuk penggunaan diluar rencana yang sudah ditentukan
Upaya penataan ruang yang berpihak pada kepentingan umum, obyektif dan rasional diperlukan untuk menjadikan rencana tata ruang yang tegar dan berwibawa dengan pemberlakuan kebijakan public oleh pemerintah, seperti :
  1. Pemberian insetif melalui keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang dan urun saham, pembangunan serta pengadaan infrastruktur, kemudahan prosedur perizinan dan pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan atau pemerintah atas pemanfaatan ruang yang sesuai dengan peruntukannya
  2. Pemberian disinsentif melalui pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannnya. Disamping itu pembatasan penyediaan infrastruktu, pengenaan kompensasi dan penalty serta pengenaan sanksi berupa tindakan penertiban yang dilakukan pada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Sumber : Materi  Kuliah

No comments:

Post a Comment